Atonomi Hewan Karang


Terumbu karang merupakan kelompok organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal,terutama di daerah tropis. Terumbu karang disusun oleh karang keras Anthozoa, filum Cnidaria maupun Colenterata dan ordo Madreporaria. Hewan karang termasuk kelas Anthozoa, yang berarti hewan yang berbentuk bunga (Antho=bunga, zoa=hewan). Organisme utama pada karang yang membentuk struktur dasar terumbu adalah binatang karang namun ada berbagai macam organisme lain yang berasosiasi dengan terumbu.

Hewan Karang
Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Cnidaria atau Coelenterata. Karang umumnya berasal dari ordo Scleractinia, subkelas Octocorallia, kelas Anthozoa.  Satu individu karang atau polip memiliki ukuran bervariasi (1 mm hingga 50 cm) namun umumnya berukuran kecil (genera Acropora, Anacropora, Montipora, Pocillopora) dan polip yang berukuran besar umumnya ditemukan pada karang soliter ( genera Fungia)

Anatomi Hewan Karang
            Polip karang merupakan hewan sederhana berbentuk tabung dengan bagian tubuh sebagai berikut  :
  1. Mulut , dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan sebagai alat pertahanan diri
  2. Tenggorokan pendek, rongga tubuh yang merupakan saluran pencernaan
  3. Dua lapisan tubuh yaitu ektoderm dan endoderm (gastrodermis). Lapisan ektoderm mengandung nematocyst dan sel mukus, lapisan endodermis mengandung simbion zooxanthellae



  • Mulut, tenggorokan dan columella sebagai sistem pencernaan
  • Tentakel umumnya aktif dijulurkan pada malam hari saat karang mencari mangsa, sementara siang hari tentakel ditarik masuk ke dalam rangka
  • Pada tentakel terdapat sel penyengat (knidoblas) yang dilengkapi alat penyengat (nematocyst) dan racun didalamnya.
  • Pada lapisan gastrodermis, terdapat zooxanthellae
  • Pada karang yang hidup sebagai polip soliter atau koloni tidak terdapat stadia medusa dalam daur hidupnya.
Zooxanthellae
Zooxanthellae adalah tumbuhan alga dari kelompok Dinoflagellata yang bersimbiosis pada hewan seperti karang, anemon, kerang-kerangan, dan lainnya. Meski dapat hidup tidak terikat induk, sebagian besar zooxanthellae melakukan simbiosis.
Keuntungan bersimbiosis bagi karang
  • Hasil fotosintesis, seperti gula, asam amino, dan oksigen
  • Mempercepat proses pembentukan kerangka kapur (kalsifikasi)
  • Fotosintesis akan menaikkan pH perairan dan menyediakan ion karbonat lebih banyak (ion karbonat sebagai bahan dasar pembentukan kalsium karbonat)
  • Zooxanthellae juga dapat menyingkirkan ion P yang menjadi faktor penghambat proses kalsifikasi, sehingga proses kalsifikasi oleh karang dapat berjalan dengan lancar
Keuntungan bersimbiosis bagi zooxanthellae
  • Memperoleh bahan anorganik dari karang untuk bahan fotosintesis.  Bahan anorganik ini merupakan sisa metabolisme karang.
  • Mendapatkan tempat untuk berlindung di dalam jaringan tubuh karang, sehingga terhindar dari pemangsa

Kesimpulan
Terumbu karang tersusun dari beberapa organisme kecil yang disebut polip. Bagian tubuh polip terdiri dari tentakel, mulut, tenggorokan, saluran pencernaan dan kerangka kapur. Terumbu karang dikategorikan ke dalam filum Coelentarata karena memiliki rongga dan  Cnidaria karena memiliki alat penyengat yang disebut cnidoblas.

            

Pengaruh Sedimen Berminyak Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis Sp


Pencemaran laut adalah suatu proses dimana masuknya zat pencemar ke dalam lingkungan perairan, khususnya laut. Dari semua polutan yang mencemari laut, polutan yang berasal dari hidrokarbon memperoleh perhatian yang sangat besar, karena dapat menurunkan kualitas laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk dapat melihat pengaruh toksiksitas dari bahan pencemar tertentu dapat dilakukan pengambilan sampel dari daerah yang tercemar atau melakukan simulasi pengaruh biota terhadap lingkungan yang tercemar dalam skala laboratorium. Pengujian toksiksitas suatu pencemar dapat diujikan terhadap satu biota tertentu yang  berpengaruh terhadap perubahan lingkungan, dalam hal ini dapat berupa organisme bentik atau organisme yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan, seperti halnya fitoplankton.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kadar toksiksitas dari sedimen bioremediasi hidrokarbon terhadap pertumbuhan mikroalga Isochrysis sp.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan kerja sama antara Laboratorium Ekotoksikologi P2O LIPI dengan Laboratorium Mikrobiologi P2O LIPI serta  NITE (sebuah organisasi asing yang berasal dari Jepang). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Ekotoksikologi, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Ancol, Jakarta Utara. Sampel yang digunakan adalah sedimen yang berasal dari Pulau Pari. Proses pengambilan sedimen dilakukan oleh tim yang berasal dari Laboratorium Mikrobiologi PuslitOseanografi LIPI.
Sedimen dalam penelitian ini digunakan sedimen hasil mesoskom dengan menggunakan minyak dan pupuk (Tabel 1). Sedimen hasil mesoskom adalah sedimen yang diberikan perlakuan sebagai simulasi terhadap pencemaran. Sedimen yang telah terkontaminasi ini kemudian diujikan dalam laboratorium untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan fitoplankton, khususnya Isochrysis sp. Prosedur yang digunakan adalah prosedur ASTM (2006) dengan lama uji 96 jam. Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp. yang berperan penting dalam rantai makanan sebagai produsen dalam lingkungan akuatik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Tabel 1. Berbagai perlakuan pada masing-masing tabung.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Data pertumbuhan mikroalga selama 96 jam, kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan ICPIN untuk mengetahui konsentrasi penghambatan jumlah sel sebesar 50 % (IC50) dan menggunakan software TOXSTAT untuk mengetahui pengaruh signifikan perlakuan terhadap pertumbuhan serta mengetahui konsentrasi terendah dan tertinggi (NOEC dan LOEC) dalam hal ini merupakan perlakuan sedimen yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Isochrysis sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan adalah biosintesis yang menyebabkan bertambahnya substansi atau protoplasma berupa perbanyakan, pembesaran sel, dan penggabungan berbagai materi dari sekitar sel. Untuk organisme bersel satu, seperti Isochrysis sp. pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan jumlah sel (Dwidjoseputro, 1986). Pertumbuhan yang terjadi diukur berdasarkan jumlah sel dalam setiap mililiter yang dihitung di bawah mikroskop. Kurva pertumbuhan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan Isochrysis sp. dalam beberapa kali kultur mengalami tingkat pertumbuhan yang semakin bagus. Pada kultur ke 1 pertumbuhan maksimum Isochrysis sp berada pada hari ke 4 yaitu sebesar 151.3 x 104 sel/ml, sedangkan pada saat kultur ke 2 pertumbuhan maksimum Isochrysis sp. berada pada hari ke 4 yaitu sebesar 164.75 x 104 sel/ml. Terdapat peningkatan jumlah sel yang cukup signifikan dari kedua kultur pendahuluan ini, hal ini dikarenakan mikroalga tersebut mulai beradaptasi kembali terhadap proses kulturasi. Pada kultur untuk memulai pengujian,  pertumbuhan maksimum Isochrysis sp. berada pada hari ke 4 yaitu sebesar 9.6 x 106 sel/ml. Kultur ini merupakan kultur ke 7 sejak pertama kali dilakukan kultur. Jumlah sel tersebut cukup untuk mulai dilakukan pengujian karena jumlah sel minimal yang dapat digunakan adalah 1 x 106 sel/ml.
Sebelum dilakukan pengujian toksiksitas terhadap mikroalga, dilakukan terlebih dahulu pengukuran kualitas air. Pengukuran kualitas air ini  meliputi pengukuran DO, pH, suhu dan salinitas.
Tabel 2. Kisaran beberapa parameter kualitas air
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Kualitas air yang diukur ini masih dalam batas toleransi mikroalga untuk dapat tumbuh. ACCPMS (1995) menyatakan kisaran suhu yang normal untuk uji toksiksitas mikroalga adalah sebesar 27 ± 1 °C dengan pH ideal sebesar 8.0 hingga 8.2 dan salinitas yang optimal adalah 20-35 ‰. Kadar oksigen terlarut yang berada pada < 1 mg/l (Tabel 2) diakibatkan oleh adanya lapisan minyak yang terbentuk dalam larutan uji sehingga menghalangi pertukaran oksigen dengan media luar.
Untuk membandingkan pengaruh sedimen terhadap pertumbuhan mikroalga, maka uji toksisitas sedimen ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : Lapisan atas (kedalaman 50 cm), lapisan tengah (kedalaman 110 cm) dan lapisan bawah (kedalaman 170 cm). Jumlah sel mikroalga antar lapisan ini menunjukan kontaminan berpengaruh hingga kedalaman 50 cm dari permukaan air dan ditunjukan dengan jumlah sel mikroalga terendah (Gambar 2). Jumlah sel yang diinterpretasikan sebagai pertumbuhan untuk mikroalga bersel satu dapat dilihat pula pengaruhnya selama waktu pengamatan (96 jam). Pada pengamatan jumlah sel selama 96 jam, pertumbuhan yang lambat terjadi pada lapisan atas (lapisan 5) jika dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lain (Gambar 3).
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Selain jumlah sel yang diamati berdasarkan lapisan kedalaman, dapat pula diamati pengaruh jumlah sel berdasarkan perlakuan yang berbeda (Gambar 4). Perlakuan penambahan osmocot untuk merombak hidrokarbon juga dapat mempengaruhi jumlah sel dalam larutan uji. Perlakuan dengan menambahkan ALCO tanpa dilakukan penambahan osmocot (C2) memberikan pengaruh terhadap jumlah sel Isochrysis sp. yang rendah. Pada perlakuan penambahan ALCO 200gr + osmocot 60 gr (C6) terjadi penambahan jumlah sel dalam lapisan 5. Perlakuan ini pula dapat dilihat pengaruhnya terhadap jumlah sel selama 96 jam pengamatan (Gambar 5). Pertumbuhan yang lambat terjadi pada perlakuan ALCO dengan penambahan osmocot jika dibandingkan dengan kontrol.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Sedimen yang digunakan adalah sedimen hasil bioremediasi selama 125 hari. Hasil bioremediasi ini adalah berupa kadar TPH residu yang terdapat dalam sedimen, kemudian dapat terlarut dalam Overlying Water yang digunakan sebagai larutan uji (Tabel 2)  Kaitan kadar TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dengan jumlah sel dalam masing-masing larutan uji dapat dilihat dari nilai penghambatannya terhadap pertumbuhan (Gambar 6 dan 7)
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Sedimen Berminyak, Mikroalga Isochrysis sp.
Nilai akhir dari pengujian toksiksitas ini adalah diperolehnya perlakuan yang berpengaruh terhadap penghambatan jumlah sel (NOEC dan LOEC serta IC50).  Pada sedimen terkontaminasi ini diperoleh hasil IC50 sebesar 30.4 gr TPH yang berada pada lapisan 5. Perlakuan terendah yang berpengaruh signifikan adalah perlakuan dengan penambahan ALCO 200 gr+ osmocot 2 gr (C3) sedangkan perlakuan dengan penambahan ALCO 200 gr + osmocot 60 gr (C6) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah sel mikroalga tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.  Pertumbuhan sel mikroalga Isochrysis sp. pada masing- masing   perlakuan dipengaruhi oleh konsentrasi crude oil, osmocot yang diberikan serta konsentrasi TPH yang berada pada larutan uji. Semakin tinggi konsentrasi atau kadar TPH residu yang berada pada sedimen akan mengakibatkan penghambatan metabolisme dalam sel mikroalga yang akan berpengaruh pada kemampuan bereproduksi dalam perbanyakan sel.
2.   Kadar toksiksitas dari suatu pencemar dipengaruhi oleh lama pemaparan, konsentrasi serta sensitivitas dari biota uji tersebut.
Saran
1.   Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran komposisi dari hidrokarbon seperti kandungan dan komposisi dari PAH dan alkana dengan menggunakan kromatografi gas sehingga dapat dilihat komposisi hidrokarbon yang berpengaruh secara langsung terhadap penghambatan pertumbuhan mikroalga sebagai biota uji.
2.   Penelitian toksiksitas terhadap suatu organisme yang sama semestinya dilakukan secara rutin sepanjang tahun untuk dapat melihat respon penghambatan terhadap jumlah sel organisme yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
ASTM. 2006. Standar Guide for Conducting Static 96-h Toxicity Testing with Microalgae Method E 1218-90 dalam Annual Book of ASTM Standart Water and Enviromental Technology. Vol 11.04. American Society for Testing and Materials. Phyladelphia-Pensylvania.
Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science (ACCPMS). 1995. Phase II. Draft Protocol for Sublethal Toxicity Test Using Tropical Marine Organism. Regional Workshop on Chronic Toxicity Testing. Burapha University. Institute of Marine Science.
Dwidjoseputro. 1986. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. 205 hal.
Hindarti, D. 1997. Metode Uji Toksiksitas dalam Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P30 LIPI). Jakarta.

Ilmu Kelatuan - Transpor Elemen Kimia di dalam Sedimen

sedimenSedimentasi merupakan masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut. Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau padang lamun.
Batuan sedimen adalah salah satu dari tiga kelompok utama batuan (bersama dengan batuan beku dan batuan metamorfosis) yang terbentuk melalui tiga cara utama: pelapukan batuan lain (clastic); pengendapan (deposition) karena aktivitas biogenik; dan pengendapan (precipitation) dari larutan. Jenis batuan umum seperti batu kapur, batu pasir, dan lempung, termasuk dalam batuan endapan. Batuan endapan meliputi 75% dari permukaan bumi. Sebelum mengetahui bagaimana sedimen terangkut dan terendapkan dalam suatu cekungan mungkin ada baiknya kita dapat memahami prinsip apa saja yang bisa kita temukan dalam batuan sedimen. Prinsip-prinsip tersebut sangatlah beragam diantaranya prinsip uniformitarianism. Prinsip penting dari uniformitarianism adalah proses-proses geologi yang terjadi sekarang juga terjadi di masa lampau. Prinsip ini diajukan oleh Charles Lyell di tahun 1830. Dengan menggunakan prinsip tersebut dalam mempelajari proses-proses geologi yang terjadi sekarang, kita bisa memperkirakan beberapa hal seperti kecepatan sedimentasi, kecepatan kompaksi dari sediment, dan juga bisa memperkirakan bagaimana bentuk geologi yang terjadi dengan proses-proses geologi tertentu.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.   Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar cekungan seperti adanya patahan. sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yaitu:
1.Sedimen Lithogenous yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah upland. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi mentransforkan telah melemah.
2.Sedimen Biogenous yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi. Komposisi dari cangkang organisme laut adalah Ca2+, Mg2+, CO32-, SO42-, PO43-, SiO2, Al2O3, Fe2O3, Sr2+, Ba2+ dan materi organik.
3.Sedimen  Hydreogenous yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya proses pengendapan atau mineralisasi elemen-elemen kimia terlarut dalam laut. Bentuk dari sedimen ini berupa bongkahan atau nodul-nodul mangan (Mn) dan besi (Fe)yang terbentuk di dasar laut.

Air Jebakan Sedimen dan Diagenesis

Sedimen mengandung air yang disebut dengan air jebakan (interstitial water atau pore water). Banyak sedikitnya kandungan air jebakan bergantung pada ukuran partikel sedimen. Besar kecillnya ukuran partikel menentukan pula kapasitas adsorpsi oksigen terlarut dalam sedimen. Dengan demikian keberadaan air jebakan, bahan organik mudah urai (degradable) dan kandungan oksigen terlarut berperan dalam menentukan status reduksi dan oksidasi di sedimen.
Diagenesis merupakan sejumlah proses rekronstruksi yang mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap sedimen membentuk produk baru setelah terjadi pengendapan atau deposisi materi, yang disebabkan oleh tekanan maupun temperatur (Webster’s Dictionary, 1986). Sedangkan menurut Berner (1980, dalam Chester, 1990) diagenesis diartikan pula sebagai sejumlah proses yang membawa perubahan dalam sedimen atau batuan sedimen (sedimentary rock) terhadap materi yang terendapkan.

Distribusi Sedimen Laut

Sedimen yang masuk ke dalam laut dapat terdistribusi pada :
1. Daerah perairan dangkal, seperti endapan yang terjadi pada paparan benua (Continental Shelf) dan lereng benua (Continental Slope). Dijelaskan oleh Hutabarat (1985) dan Bhatt (1978) bahwa ‘Continental Shelf’ adalah suatu daerah yang mempunyai lereng landai kurang lebih 0,4o dan berbatasan langsung dengan daerah daratan, lebar dari pantai 50 – 70 km, kedalaman maksimum dari lautan yang ada di atasnya di antara 100 – 200 meter. ‘Continental Slope’ adalah daerah yang mempunyai lereng lebih terjal dari continental shelf, kemiringannya anatara 3 – 6 o.
2. Daerah perairan dalam, seperti endapan yang terjadi pada laut dalam.

Endapan Sedimen pada Perairan Dangkal

Pada umumnya ‘Glacial Continental Shelf’ dicirikan dengan susunan utamanya campuran antara pasir, kerikil, dan batu kerikil. Sedangkan ‘Non Glacial Continental Shelf’’ endapannya biasanya mengandung lumpur yang berasal dari sungai. Di tempat lain (continental shelf) dimana pada dasar laut gelombang dan arus cukup kuat, sehingga material batuan kasar dan kerikil biasanya akan diendapkan.
Sebagian besar pada ‘Continental slope’ kemiringannya lebih terjal sehingga sedimen tidak akan terendapkan dengan ketebalan yang cukup tebal. Daerah yang miring pada permukaannya dicirikan berupa batuan dasar (bedrock) dan dilapisi dengan lapisan lanau halus dan lumpur. Kadang permukaan batuan dasarnya tertutupi juga oleh kerikil dan pasir.

Endapan Sedimen pada Perairan Laut Dalam
Sedimen laut dalam dapat dibagi menjadi 2 yaitu Sedimen Terigen Pelagis dan Sedimen Biogenik Pelagis.
 
1. Sedimen Biogenik Pelagis
Dengan menggunakan mikroskop terlihat bahwa sedimen biogenik terdiri atas berbagai struktur halus dan kompleks. Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan sedimen. Pembentukan sedimen ini tergantung pada beberapa faktor lokal seperti kimia air dan kedalaman serta jumlah produksi primer di permukaan air laut. Jadi, keberadan mikrofil dalam sedimen laut dapat digunakan untuk menentukan kedalaman air dan produktifitas permukaan laut pada zaman dulu.

2. Sedimen Terigen Pelagis
Hampir semua sedimen Terigen di lingkungan pelagis terdiri atas materi-materi yang berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut lepas dan mencair. Bongkahan es besar yang mengapung, bongkahan es kecil dan pasir dapat ditemukan pada sedimen pelagis yang berjarak beberapa ratus kilometer dari daerah gletser atau tempat asalnya.

Proses Pembentukkan Batuan Sedimen

Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina angina serta proses litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danau-danau. Mula-mula sediment merupakan batuan-batuan lunak,akan tetapi karena proses diagnosi sehingga batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada sediment selama terpendamkan dan terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi batuan sediment yang kompak. Proses diagnesis ini dapat merupakan kompaksi yaitu pemadatan karena tekanan lapisan di atas atau proses sedimentasi yaitu perekatan bahan-bahan lepas tadi menjadi batuan keras oleh larutan-larutan kimia misalnya larutan kapur atau silisium. Sebagian batuan sedimen terbentuk di dalam samudera. Bebrapa zat ini mengendap secara langsung oleh reaksi-reaksi kimia misalnya garam (CaSO4.nH2O). adapula yang diendapkan dengan pertolongan jasad-jasad, baik tumbuhan maupun hewan.
Batuan endapan yang langsung dibentuk secara kimia ataupun organik mempunyai satu sifat yang sama yaitu pembentukkan dari larutan-larutan. Disamping sedimen-sedimen di atas, adapula sejenis batuan sejenis batuan endapan yang sebagian besar mengandung bahan-bahan tidak larut, misalnya endapan puing pada lereng pegunungan-pegunungan sebagai hasil penghancuran batuan-batuan yang diserang oleh pelapukan, penyinaran matahari, ataupun kikisan angin. Batuan yang demikian disebut eluvium dan alluvium jika dihanyutkan oleh air, sifat utama dari batuan sedimen adalah berlapis-lapisdan pada awalnya diendapkan secara mendatar.
Proses Pembentukkan Batuan Sedimen
Lapisan-lapisan ini tebalnya berbeda-beda dari beberapa centimeter sampai beberapa meter. Di dekat muara sungai endapan-endapan itu pada umunya tebal, sedang semakin maju ke arah laut endapan-endapan ini akan menjadi tipis(membaji) dan akhirnya hilang. Di dekat pantai, endapan-endapan itu biasanya merupakan butir-butir besar sedangkan ke arah laut kita temukan butir yang lebih halus lagi.ternyata lapisan-lapisan dalam sedimen itu disebabkan oleh beda butir batuan yang diendapkan. Biasanya di dekat pantai akan ditemukan batupasir, lebih ke arah laut batupasir ini berganti dengan batulempung, dan lebih dalam lagi terjadi pembentukkan batu gamping (Katili dan Marks).

Mobilitas Elemen dalam Sedimen
Air yang terperangkap dalam sedimen berfungsi sebagai media dimana terjadi kelarutan, solidifikasi, adsorpsi-desorpsi, absorpsi, oksidasi-reduksi dan transpor elemen. Proses diatas termasuk diagenetik sangat dipengaruhi oleh kadar O2 terlarut dalam air jebakan sedimen. Umumnya proses reduksi terjadi pada lapisan sedimen yang lebih dalam, dimana kadar oksigen terlarut dalam air jebakan adalah atau tidak ada. Proses adsorpsi berjalan berjalan relatif cepat serta bersifat reversible, namun proses absorpsi berjalan relatif lebih lambat serta bersifat irreversible.
Transpor atau mobilitas elemen dalam sedimen terkait dengan perubahan sifat kimia sedimen, air jebakan dan kolom air di atasnya melalui interaksi sedimen-air. Dikatakan oleh Burton dan Liss (1976), elemen-elemen kelumit yang terdapat dalam air jebakan sedimen (seperti: Fe, Mn, Cu, Zn, Ni, Co, Pb) kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang terlarut dalam kolom air laut di atas sedimen. Perpindahan elemen dari kolom air ke sedimen dan sebaliknya terjadi melalui proses adsorpsi-desorpsi dimana faktor lingkungannya dipengaruhi oleh pH, temperatur dan salinitas.
Selain elemen mikro, elemen makro baik anion maupun kation juga terperangkap dalam reservoar sedimen laut melalui proses pengendapan partikel tersuspensi yang ditranspor sungai masuk ke perairan estuari. Darisejumlah elemen makro yang terperangkap dalam sedimen laut, kontribusi masukan elemen dari sungai yang tergolong cukup besar adalah Na+ dan Cl-  masing-masing sebesar 19% dan 29% .

ILmu Kelautan - Harmfull Algae Bloom (HAB)

HARMFULL ALGAE BLOOM
Dalam lingkungan laut, terdapat organisme bersel tunggal, mikroskopis, seperti tanaman, secara alamiah terdapat di lapisan permukaan yang terang dari setiap badan air. Organisme ini, disebut sebagai fitoplankton atau mikroalga yang membentuk dasar dari jaring makanan di mana hampir semua organisme laut lainnya tergantung padanya. Dari 5000 spesies fitoplankton yang ada di seluruh laut di dunia, hanya sekitar 2% yang diketahui berbahaya atau beracun berbahaya yang dapat memiliki dampak besar dan bervariasi pada ekosistem laut, tergantung pada spesies yang terlibat, lingkungan di mana mereka ditemukan, dan mekanisme yang mereka mengerahkan efek negatif.

Ganggang yang berbahaya telah diamati dapat menyebabkan efek samping untuk berbagai spesies mamalia laut dan penyu laut, dengan masing-masing yang spesifik menyajikan toksisitas diinduksi pengurangan perkembangan, imunologi, kapasitas neurologis, dan reproduksi. Seperti kematian massal 107 lumba-lumba botol yang terjadi di sepanjang menjulur Florida pada musim semi 2004 karena mengonsumsi menhaden terkontaminasi dengan brevetoxin tingkat tinggi. Manatee mortalitas juga telah dikaitkan dengan brevetoxin tapi tidak seperti lumba-lumba, vektor toksin utama spesies endemik lamun (Thalassia testudinum) di mana konsentrasi tinggi brevetoxins terdeteksi dan kemudian ditemukan sebagai komponen utama dari isi perut manate.

Tambahan spesies mamalia laut, seperti Paus Atlantik Utara kanan sangat terancam, telah terkena neurotoksin dengan memangsa zooplankton. Dengan habitat musim panas, spesies ini sangat tumpang tindih dan  tercemar. Blooming musiman fundyense Alexandrium dinoflagellata yang beracun, dan berikutnya penggembalaan copepod, paus mencari makan dan akan menelan konsentrasi besar dari copepoda terkontaminasi. Menelan mangsa yang terkontaminasi tersebut dapat mempengaruhi kemampuan pernafasan, perilaku makan, dan akhirnya kondisi reproduksi.

Spesies dari kelas Bacillariophyceae merupakan spesies yang umum ditemukan di perairan laut yaitu kelompok Bacillariophyceae atau lebih dikenal diatom merupakan kelompok terbesar dari algae. Ledakan populasi dari diatom di suatu perairan umumnya menandakan meningkatnya produktivitas perairan tersebut, namun blooming diatom kadang-kadang dapat menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen di dalam air laut. Dominansi Skeletonema costatum disebabkan oleh sifatnya yang euryhaline dan eurythermal (mampu tumbuh pada kisaran suhu 3° - 30° C), sehingga lebih toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan Salinitas yang berbeda berpengaruh terhadap komposisi jenis fitoplankton yang ada di perairan. Salinitas pada lokasi pengambilan sampel berkisar antara 5 ‰– 30‰. Dimana titik-1 merupakan estuarin bersalinitas 5‰, sedangkan pada titik lain merupakan perairan laut dengan salinitas ≥ 25‰. Bacillariophyceae merupakan kelompok yang dominan dan selalu ada pada tiap titik pengambilan sampel, hal ini menunjukkan bahwa Bacillariophyceae merupakan organism euryhaline, dimana Bacillariophyceae dapat hidup pada kisaran salinitas 5‰-30‰ Suhu pada masing-masing titik pengambilan sampel masih berada dalam kisaran yang memungkinkan untuk kehidupan plankton, yaitu 27 – 32.1°C.

Suhu optimum untuk kehidupan fitoplankton adalah 25-30°C. Suhu berpengaruh langsung terhadap laju fotosintesis tumbuhan khususnya reaksi enzimatis. Perubahan temperatur merupakan indikator terjadinya proses perubahan kondisi kimia dan biologi perairan. Faktor pembatas bagi kehidupan fitoplankton ialah nitrat dan fosfat. Pada pengamatan dari ke-12 titik didapatkan kandungan nitrat dan fosfat berturut-turut berada pada kisaran 0.02-0.517 mg/L dan 0.04-0.224 mg/L. Pada semua titik nilai nitrat dan fosfat melebihi dari ambang batas yang ditetapkan untuk baku mutu air laut untuk biota laut, berdasarkan KepMen LH no 51 thn 2004 lampiran III kadar nitrat sebesar 0,008 mg/l dan fosfat sebesar 0,015 mg/l. Titik 1 mempunyaikadar nitrat dan fosfat yang paling tinggi, karena daerah muara merupakan perairan yang banyak mendapat masukan zat haradari daratan. Kadar nitrat yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi, selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae secara pesat (blooming). Indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 0,272-2,378 sehingga dapat diasumsikan bahwa struktur komunitas perairan antara tidak stabil sampai lebih stabil, dengan struktur komunitas tidak stabil untuk titik-4 dan struktur komuntas lebih stabil pada titik-6.

Struktur komunitas dikatakan stabil jika tidak ada suatu spesies yang mendominasi di dalam komunitas tersebut. Sedangkan struktur komunitas dianggap labil atau tidak stabil bisa jadi dikarenakan terjadi tekanan ekologis (stress lingkungan).

Lima spesies HAB yang paling banyak ditemukan berasal dari kelas Dinophyceae. Hal ini dikarenakan Dinophyceae dapat membentuk sista (cyst) sebagai tahap istirahat, sista ini mengendap di dasar laut dan istirahat sampai kondisi lingkungan mendukung kembali untuk tumbuh. Anggota dari kelompok ini diketahui paling banyak mempunyai jenis-jenis toksik.Nitzschia sp. merupakan spesies penyebab Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) yangmengeluarkan toksin asam domoic. Toksin yang diproduksi dapat memasuki rantai makanan hingga ke tubuh manusia melalui perantara kerang. Kerang merupakan organisme bentik suspension feeder yang menyaring plankton yang melimpah di kolom air. Ambang batas akumulasi asam domoic pada kerang ialah 20 μg (asam domoic)/ g (berat jaringan kerang). Menurut jenis kerang yang ditemukan di perairan Sidoarjo adalah kerang batik (Paphia undulata) yang mencapai 70 % dari total tangkapan kerang di perairan, kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiqua), dan ke-tiga jenis kerang tersebut merupakan kerang yang umum dikonsumsi dan berpotensi untuk diekspor.

Sedangkan menurut Dinas Kelautan dan Perikanan, standar untuk ekspor kerang ialah salah satunya dilihat dari adanya fitoplankton berbahaya dengan kepadatan >5000 individu/liter. Dan dari hasil penelitian, kepadatan Nitzschia yang ditemukan kurang dari 5000 individu/liter. Chaetoceros sp., spesies HABs tertinggi kedua setelah Nitzschia sp. merupakan spesies fitoplankton yang tidak toksik terhadap manusia tetapi secara fisik dapat mengganggu system pernafasan ikan dan avertebrata terutama apabila kepadatan individunya relatif tinggi. Diatom jenis ini mempunyai morfologi khas yaitu duri. Duri-duri tersebut dapat merangsang pembentukan lender pada insang biota laut, sehingga biota tersebut sukar bernafas. Duri-duri ini bahkan dapat menyebabkan pendarahan di insang. Chaetoceros merupakan jenis fitoplankton yang diketahui mampu bertahan di perairan tercemar.

1. Pengertian HAB
Harmful Algal Bloom (HAB) adalah suatu fenomena blooming fitoplankton toksik di suatu perairan yang dapat menyebabkan kematian biota lain. Toksin yang dihasilkan HAB bahkan dapat mengkontaminasi manusia yaitu melalui perantara kerang dan ikan yang kita konsumsi sehari-hari.
Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus atau rantai makanan di laut. Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya berlebih (blooming). Tingginya populasi fitoplankton beracun di dalam suatu perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa beberapa jenis fitoplankton yang potensial blooming adalah yang bersifat toksik, seperti dari beberapa kelompok Dinoflagellata, yaitu Alexandrium spp, Gymnodinium spp, dan Dinophysis spp. Dari kelompok Diatom, yaitu Pseudonitszchia spp.
Ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menimbulkan Ledakan Populasi Alga Berbahaya (Harmful Algal Bloom-HAB). Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara lain karena adanya eutrofikasi dan adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara, adanya hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam jumlah yang besar.
Untuk menyatakan ledakan populasi fitoplankton yang berbahaya karena spesies-spesies penyebab HAB menyebabkan racun atau toksik. Spesies HAB sendiri dibagi ke dalam dua kelompok, yakni penghasil racun dan penghasil biomassa tinggi. Fenomena ini sering terjadi begitu saja tanpa diketahui faktor-faktor yang menyebabkannya dan tanpa dapat diprediksi waktu terjadinya. Secara umum, penyebab terjadinya HAB juga berasal dari aktivitas manusia sehingga dapat meningkatkan pemasukan bahan organik ke perairan, transportasi dan pembuangan air ballast atau bekas pencucian kapal.
Harmful Algal Bloom (HAB) juga sering diartikan sebagai peningkatan yang cepat atau akumulasi dalam populasi ganggang (biasanya mikroskopis) dalam sebuah sistem perairan. Ganggang dapat ditemui di air tawar maupun lingkungan laut.
Biasanya, hanya satu atau sejumlah kecil fitoplankton spesies yang terlibat, dan beberapa blooming dapat ditandai dengan perubahan warna air yang dihasilkan oleh kepadatan tinggi sel-sel berpigmen dari fitoplankton. Meskipun tidak ada ambang batas yang diakui secara resmi, ganggang dapat dianggap blooming pada konsentrasi ratusan hingga ribuan sel per mililiter, tergantung pada keparahan. Blooming alga dapat mencapai konsentrasi jutaan sel per mililiter. Ganggang biasanya berwarna hijau, tetapi mereka juga dapat berwarna lain seperti kuning- coklat atau merah, tergantung pada spesies alga.


 

2. PENYEBAB HAB
Belum diketahui secara pasti penyebab daripada HAB, menurur peristiwa yang terjadi di beberapa tempat, tampaknya penyebab sepenuhnya adalah alam. Namun, ada berbagai spesies alga yang dapat hasil dari aktivitas manusia. membentuk HAB, masing-masing dengan persyaratan lingkungan yang berbeda untuk pertumbuhan yang optimal. Frekuensi dan keparahan HAB di beberapa bagian dunia telah dikaitkan dengan pemuatan nutrisi yang meningkat dari aktivitas manusia. Di daerah lainnya, HAB adalah kejadian musiman yang diprediksikan akibat upwelling pesisir, hasil alami dari gerakan arus laut tertentu. Pertumbuhan fitoplankton laut (baik non-toksik dan beracun) umumnya dibatasi oleh ketersediaan nitrat dan fosfat, yang dapat melimpah di zona upwelling pesisir serta dalam pertanian. Jenis nitrat dan fosfat yang tersedia dalam sistem juga faktor, karena fitoplankton dapat tumbuh pada tingkat yang berbeda tergantung pada kelimpahan relatif dari zat-zat (misalnya amonia, urea, ionnitrat). Berbagai sumber nutrisi lain juga dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhi pembentukan mekar alga, termasuk besi, silika atau karbon. Polusi air di pesisir yang dihasilkan oleh manusia dan meningkatkan sistematis dalam suhu air laut juga telah diusulkan sebagai faktor kontribusi yang memungkinkan. Faktor lain seperti kelimpahan besi juga memicu HAB. Bahkan debu dari daerah gurun pasir yang luas seperti Sahara juga ditaksirkan memainkan peran untuk ganggang-ganggang di pantai menyebabkan.

Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan terdapat 11 spesies penyebab HAB, antara lain : Nitzschia sp., Chaetoceros sp., Chaetoceros diversus, Chaetoceros pseudocarvisetum dari kelas Bacillariophyceae, Ceratium sp.1, Ceratium sp.2, Ceratium sp.3, Ceratium sp.4, Prorocentrum sp., Dinophysis homunculus dari kelas Dinoflagellata dan Anabaena sp. dari kelas Cyanophyceae.

3. DAMPAK HAB
Dalam kondisi tertentu, beberapa spesies alga serta cyanobacteria mampu menyebabkan efek gangguan berbagai air tawar, seperti akumulasi berlebihan dari busa, scums, dan perubahan warna air. Ketika jumlah ganggang di danau atau sungai mengalami peningkatan eksplosif, maka blooming alg hasilnya.
Danau, kolam, dan sungai yang bergerak lambat yang paling rentan terhadap mekar. Mekar alga adalah kejadian alami, dan dapat terjadi dengan keteraturan (misalnya, setiap musim panas), tergantung pada kondisi cuaca dan air.
Kemungkinan blooming tergantung pada kondisi lokal dan karakteristik tubuh tertentu air. Blooming umumnya terjadi di mana ada tingkat tinggi nutrisi ini, bersama-sama dengan terjadinya hangat, cerah, kondisi tenang. Namun, aktivitas manusia sering dapat memicu atau mempercepat ganggang. Sumber alami nutrisi seperti senyawa fosfor atau nitrogen dapat dilengkapi oleh berbagai kegiatan manusia. Sebagai contoh, di daerah pedesaan, limpasan dari bidang pertanian dapat mencuci pupuk ke dalam air. Di daerah perkotaan, sumber nutrisi dapat mencakup air limbah diolah dari sistem septik dan limbah tanaman pengobatan, dan limpasan stormwater perkotaan yang membawa nonpoint-sumber polutan seperti pupuk rumput. Sebuah mekar alga menyumbang proses alami "penuaan" dari danau, dan di beberapa danau dapat memberikan manfaat penting dengan meningkatkan produktivitas primer. Namun dalam kasus lain, mekar berulang atau berat dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut sebagai sejumlah besar pembusukan alga mati. Dalam danau yang sangat eutrophic (diperkaya), ganggang dapat menyebabkan anoksia dan ikan membunuh selama musim panas.
Dalam hal nilai-nilai kemanusiaan, bau dan penampilan menarik ganggang dapat mengurangi dari nilai rekreasi waduk, danau, dan sungai. Mekar berulang dapat menyebabkan nilai properti dari danau atau saluran sungai menurun.

Perairan laut yang terlihat segar berkerumun dengan kehidupan, banyak yang mikroskopis, yang sebagian besar tidak berbahaya, bahkan kehidupan mikroskopik di mana semua kehidupan akuatik tergantung pada makanan. Sementara sebagian besar spesies fitoplankton dan cyanobacteria tidak berbahaya, ada beberapa lusin yang menciptakan racun ampuh pada saat kondisi yang tepat. Blooming alga berbahaya dapat menyebabkan kerusakan melalui produksi racun atau dengan akumulasi biomassa mereka, yang dapat mempengaruhi organisme dan mengubah jaring makanan. Dampaknya termasuk penyakit manusia dan kematian setelah dikonsumsi atau paparan tidak langsung untuk racun HAB, kerugian ekonomi yang besar bagi masyarakat pesisir dan perikanan komersial, dan mortalitas terkait HAB-ikan, burung dan mamalia.

HAB dapat muncul dengan warna kehijauan, coklat, dan bahkan oranye atau kemerahan tergantung spesies alga, ekosistem perairan, dan konsentrasi organisme.
Wabah ini biasanya disebut pasang merah, tetapi para ilmuwan lebih memilih "harmful algal bloom" istilahnya (atau HAB). Pasang merah merupakan Istilah keliru karena mencakup banyak hal yang dapat menghitamkan air, tetapi tidak menyebabkan kerusakan, dan juga tidak termasuk blooming dari sel yang sangat beracun yang menyebabkan masalah dalam konsentrasi sel. Oleh karena itu, harmful algal bloom adalah deskripsi yang lebih tepat.
Harmful algal bloom (HAB) adalah blooming alga yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisme lain melalui produksi racun alam, kerusakan mekanis untuk organisme lain, dan lain-lain. HAB sering dikaitkan dengan peristiwa kematian berskala besar di laut dan berbagai jenis keracunan kerang .
Dari catatan khusus harmful algal bloom (HAB), yang melibatkan peristiwa blooming alga fitoplankton beracun atau berbahaya seperti dinoflagellata dari genus Alexandrium dan Karenia, atau diatom dari genus Pseudo-nitzschia.
HARMFULL ALGAE BLOOM

Contoh efek berbahaya HABs umum meliputi:
1.  Produksi neurotoksin yang menyebabkan mortalitas massal pada ikan, burung laut, penyu, dan mamalia laut.
2. Penyakit atau kematian manusia melalui konsumsi makanan laut yang terkontaminasi oleh alga beracun.
3. Kerusakan mekanik organisme lain, seperti gangguan jaringan epitel insang pada ikan, menyebabkan asfiksia.
4. penipisan oksigen kolom air (hipoksia atau anoksia ) dari respirasi selular dan degradasi bakteri

Dampak negatif terhadap ekonomi dan kesehatan adalah HABs terjadi di banyak daerah di dunia, dan di Amerika Serikat berulang kali terjadi fenomena dalam beberapa wilayah geografis. Para Teluk Maine sering terjadi blooming dari dinoflagellata fundyense Alexandrium, suatu organisme yang menghasilkan saxitoxin, yaitu racun syaraf yang berperan  untuk keracunan kerang paralitik. Terkenal juga "Florida pasang merah" yang terjadi di Teluk Meksiko adalah HAB disebabkan oleh Karenia brevis, dinoflagellata lain yang menghasilkan brevetoxin, racun syaraf yang bertanggung jawab untuk keracunan kerang neurotoksik. California perairan pantai juga mengalami mekar musiman dari Pseudo-nitzschia, sebuah diatom dikenal untuk menghasilkan asam domoic, racun syaraf yang berperan untuk keracunan kerang amnesic. Lepas pantai barat Afrika Selatan, HAB disebabkan oleh Alexandrium catanella terjadi setiap musim semi. Mekar ini organisme menyebabkan gangguan parah dalam perikanan perairan ini sebagai racun dalam fitoplankton menyebabkan filter makan kerang di perairan terpengaruh untuk menjadi beracun untuk dikonsumsi manusia.
Jika hasil proses HAB dalam konsentrasi ganggang cukup tinggi, air mungkin menjadi berubah warna atau keruh, yang bervariasi dalam warna dari ungu ke hampir merah muda, biasanya menjadi merah atau hijau. Namu tidak semua ganggang yang cukup padat menyebabkan perubahan warna air.

Pencegahan atau pengendalian Episode berulang dari ganggang bisa menjadi indikasi bahwa sebuah sungai atau danau sedang terkontaminasi, atau bahwa aspek-aspek lain dari ekologi danau yang berada di luar keseimbangan. Sementara mekar cyanobacterial menerima perhatian yang paling umum dan ilmiah, pertumbuhan berlebihan dari ganggang dan tumbuhan air lainnya juga dapat menyebabkan degradasi yang signifikan dari sebuah danau atau kolam, terutama di perairan yang menerima limbah atau limpasan pertanian. Ahli biologi air dan kualitas air lainnya seringdisebut spesialis untuk mengidentifikasi penyebab dan merekomendasikan langkah-langkah manajemen untuk mengurangi atau
mengendalikan masalah. Namun, pencegahan masalah selalu lebih baik daripada mencoba untuk memperbaiki masalah setelah itu terjadi.
Mengontrol limpasan pertanian, perkotaan, dan stormwater; benar menjaga sistem septik, dan benar mengelola aplikasi perumahan pupuk mungkin langkah yang paling efektif yang dapat diambil untuk membantu mencegah manusia yang disebabkan air tawar ganggang.

4. KEJADIAN TERKEMUKA
Pada tahun 1972 sebuah pasang merah ini disebabkan di New Inggris oleh sebuah tamarense dinoflagellata Alexandrium beracun (Gonyaulax) Pada tahun 2005, HAB Kanada ditemukan telah datang jauh ke selatan daripada yang tahun-tahun sebelumnya oleh sebuah kapal yang disebut Oceanus ini, penutupan tempat tidur kerang di Maine dan Massachusetts dan mengingatkan otoritas sejauh selatan sebagai Montauk ( Long Island , NY) untuk memeriksa tempat tidur mereka. Para ahli yang menemukan kista reproduksi di dasar laut memperingatkan kemungkinan menyebar ke Long Island di masa depan, menghentikan memancing daerah dan industri kerang dan mengancam perdagangan wisata, yang merupakan sebagian besar perekonomian pulau itu. Brittany, di Prancis, pada tahun 2009 mengalami booming alga berulang disebabkan oleh tingginya jumlah pemakaian pupuk di laut karena peternakan babi intensif , menyebabkan emisi gas mematikan yang telah.
membunuh.

PASANG MERAH (Red Tide)
Red tides atau pasang merah adalah fenomena dimana pasang air laut di suatu tempat berwarna merah. Fenomena ini disebabkan oleh makhluk hidup yang berasal dari kingdom protista yakni algae dan berjenis Dinoflagellata. Dan lebih jelasnya nama algae ini adalah Gymnodinium dan Protogonyaulax. Organisme ini menghasilkan warna merah dalam tubuhnya karena menghasilkan karotenoid yang warnanya merah racun saraf atau yang sering kita sebut neurotoksin.
Racun saraf ini berbahaya bagi makhluk hidup karena dapat merusak sel darah merah dalam tubuh makhluk hidup dan untuk lebih jelasnya manusia. Fenomena ini memang disebabkan oleh Dinoflagellata yang mengalami blooming atau peningkatan jumlah spesies hingga terlalu banyak. Jadi, semakin banyak Gymnodium dan  Protogonyaulax, akan semakin banyak pula racun yang dihasilkan. Dan semakin banyak racun yang dihasilkan, semakin banyka pula organisme laut yang mati. Kasus kematian jarang sekali terjadi pada manusia yang terkena racun neurotoxic ini.

 HARMFULL ALGAE BLOOM (red tide)

Pasang Merah adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan HAB disebut sebagai spesies wilayah pesisir laut, Dinoflagellata terlibat dalam HAB karena sering berwarna merah atau coklat, dan warna air laut untuk warna kemerahan. Namun istilah yang lebih benar dan lebih disukai yang digunakan adalah harmful algal bloom, karena:
1. Mekar ini tidak berhubungan dengan pasang surut.
2. Tidak semua ganggang menyebabkan perubahan warna kemerahan air.
3.Tidak semua ganggang berbahaya, bahkan melibatkan perubahan warna merah.

EUTRIFIKASI
Eutrofikasi merupakan masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat (PO3-), khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP) dalam air berada dalam rentang 35-100 μg/L. Sejatinya, eutrofikasi merupakan sebuah proses alamiah di mana danau mengalami penuaan secara bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa. Diperlukan proses ribuan tahun untuk sampai pada kondisi eutrofik. Proses alamiah ini, oleh manusia dengan segala aktivitas modernnya, secara tidak disadari dipercepat menjadi dalam hitungan beberapa dekade atau bahkan beberapa tahun saja. Maka tidaklah mengherankan jika eutrofikasi menjadi masalah di hampir ribuan danau di muka Bumi, sebagaimana dikenal lewat fenomena algal bloom.

A. AKIBAT EUTRIFIKASI
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan
baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.

B. PENANGANAN EUTRIFIKASI 
Ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus. Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas disiplin ilmu dan lintas sektoral.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut adalah aktivitas
peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk Bumi yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air yang utama adalah Lalu apa solusi yang mungkin diambil? Menurut Forsberg dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan pendudu (birth control). Karena apa? Karena sejalan dengan populasi warga Bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditiffosfat.     Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-hari yang mencantumkan label "phosphate free" atau "environmentally friendly".
Negara-negara maju telah menjadikan problem eutrofikasi sebagai agenda lingkungan hidup yang harus ditangani secara serius. Sebagai contoh, Australia sudah mempunyai program yang disebut The National Eutrophication Management Program, yang didirikan untuk mengoordinasi, mendanai, dan menyosialisasi aktivitas riset mengenai masalah ini. AS memiliki organisasi seperti North American Lake Management Society yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian danau melalui aktivitas sains, manajemen, edukasi, dan advokasi.
Selain itu, mereka masih mempunyai American Society of Limnology and Oceanography yang menaruh bidang kajian pada aquatic sciences dengan tujuan menerapkan hasil pengetahuan di bidang ini untuk mengidentifikasi dan mencari solusi permasalahan yang diakibatkan oleh hubungan antara manusiadengan lingkungan.
Negara-negara di kawasan Eropa juga memiliki komite khusus dengan nama Scientific Committee on Phosphates in Europe yang memberlakukan The Urban Waste Water Treatment Directive 91/271 yang berfungsi untuk menanganiproblem fosfat dari limbah cair dan cara penanggulangannya. Mereka jugamemiliki jurnal ilmiah European Water Pollution Control, di samping Environmental Protection Agency (EPA) yang memberlakukan peraturan danpengawasan ketat terhadap pencemaran lingkungan.

Ilmu Kelauatan - SDHL (Metode Penangkapan Ikan)

  • Sarana penangkapan ikan merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan yang meliputi kapal perikanan, alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan
  • Istillah dan definisi dalam perikanan tangkap yang berkembang di masyarakat nelayan sangat beranekaragaman, sehingga diperlukan adanya standar istilah dan definisi yang sama terutama dalam penamaan dan atau penyebutan sarana penangkapan ikan. Standarisasi diperlukan untuk penilaian kesesuaian dalam penyebutan atau penamaan sarana penangkapan ikan

    Glossary/ istilah
     
  • Perikanan
    • Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari para produksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan
  • Ikan
    • Segala jenis organisme yang keseluruhan atau sebagian dari siklus hdupnya berada di dalam lingkungan perairan
  • Penangkapan ikan
    • Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat/cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk pemuatan, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan mengawetkannya
  • Sarana penangkapan ikan
    • Segala sesuatu yang dapat dipakai untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan yang meliputi kapal perikanan, alat penangkapan dan alat bantu penangkapan ikan
  • Kapal perikanan
    • Kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dapenelitian atau eksplorasi perikanan
  • Alat penangkapan ikan
    • Peralatan yang terbuat dari jaring, pancing atau bahan lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan
  • Alat bantu penangkapan ikan
    • Alat yang dipergunakan untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan yang meliputi: perlengkapan penangkapan, alat pengumpul ikan, alat pendeteksi dan instrumen nautika


    Definisi Perikanan: aUU 31/2004
     
  • Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
  • Pengelolaan perikanan: semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisa, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, lokasi sumberdaya, implementasi serta penegakan  hukum dari peraturan perundang-undangan dibidang perikanan yang dikelola oleh pemerintah  atau otoritas lain yang diarahkan untuk  kelangsungan produktivitas hayati dan tujuan yang telah ditetapkan

    Yang dimaksud sumber daya ikan adalah: ( Menurut UU Perikanan No. 31/2004 )

  1. pisces (ikan bersirip)
  2. crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya)
  3. mollusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya)
  4. coelenterata (ubur-ubur dan sebangsanya)
  5. echinodermata (tripang, bulu babi, dan sebangsanya)
  6. amphibia (kodok dan sebangsanya)
  7. reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya)
  8. mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya)
  9. algae (rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air)
  10. Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas.
    ikan



    Sumber daya alam
  • Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau
  • Garis pantai terpanjang kedua di dunia
  • Luas laut = 5,8 juta km2
  • Potensi perikanan tangkap di perairan laut Indonesia diperkirakan 6,41 juta ton/thn
    Terdiri dari:
    • ikan pelagis besar (1,165 juta ton)
    • ikan pelagis kecil (3,6 juta ton)
    • ikan demersal (1,36 juta ton)
    • ikan karang (145 ribu ton)
    • udang penaeid (94,80 ribu ton)
    • udang lobster (4,80 ribu ton)
    • cumi-cumi (28,25 ribu ton)
     
  • Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) dibagi menjadi 9 wilayah pengelolaan perikanan (WPP):
    • WPP1 (perairan selat malaka),
    • WPP2 (Perairan laut cina selatan),WPP3 (perairan laut jawa),
    • WPP4 (perairan selat makasar dan laut flores),
    • WPP5 (perairan laut banda),
    • WPP6 (perairan laut seram dan teluk tomini),
    • WPP 7 (perairan laut sulawesi dan samudera pasifik),
    • WPP8 (perairan laut Arafura),
    • WPP9 (perairan samudera Hindia).
  • Potensi lestari yang tinggi terdapat di perairan laut Samudera Hindia (1,08 juta ton per thn) dan laut Cina Selatan (1,06 juta ton per thn) serta selat Makasar dan Laut Flores.
  • Wilayah laut yang bisa dieksploitasi lebih banyak lagi adalah Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Arafura, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, dan Samudera Pasifik karena tingkat pemanfaatannya kurang dari 50%

    Apa Tantangannya?
     
  • Kenapa mempelajari MPI?
    • Pada umumnya daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap, akan berubah sesuai kondisi kegiatan penangkapan.
  • Perbedaan juga dapat bergantung pada jenis alat tangkap yang digunakan, misalnya penangkapan untuk daerah karang tidak dapat menggunakan alat tangkap trawl
  • Disamping itu tidak semua bagian lautan terdapatsumberdaya ikan yang menyebar secara merata.
    • Sumberdaya ikan akan tersebar secara vertikal maupun horisontal dan sumberdaya ikan juga akan terbatasi daerah penyebarannya berdasarkan lintang dan bujur.

    Penangkapan 
  • Suatu wilayah perairan laut dapat dikatakan sebagai “daerah penangkapan ikan” apabila terjadi interaksi antara sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan dengan teknologi penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan.
  • Hal ini dapat diterangkan bahwa walaupun pada suatu areal perairan terdapat sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan tetapi alat tangkap tidak dapat dioperasikan yang dikarenakan berbagai faktor, seperti antara lain keadaan cuaca, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai daerah penangkapan ikan demikian pula jika terjadi sebaliknya.
    kapal penangkapan ikan
    gerembolan ikanHasil tangkapan



    Ruang Lingkup MPI
     
  • Alat-alat tangkap
  • Metode penangkapan
  • Tingkah laku ikan
  • Lingkungan/ Habitat biota laut
  • Manajemen sumberdaya alam
    alat tangkap


    Faktor Pendukung Penangkapan 
  • Manusia
  • Lingkungan / Alam
  • Alat tangkap dan Kapal


    Tingkah Laku Ikan
     
  • Menurut Nomura dan Yamazaki (1977) alasan utama sebagian spesies berkumpul pada suatu wilayah perairan disebabkan beberapa hal, sebagai berikut :
    • Ikan akan memilih lingkungan hidupnya yang sesuai dengan kondisi tubuhnya.
    • Ikan akan mencari sumber makanan yang banyak.
    • Ikan akan mencari tempat yang cocok untuk pemijahan dan perkembangbiakan.
    tingkah laku ikan

    Adapun pengetahuan mengenai Tingkah Laku Ikan yang menunjang bidang penangkapan antara lain mengenai:
  • penyebaran ikan,
  • ruaya-ruaya ikan,
  • pengelompokan ikan (schooling behaviour),
  • kebiasaan serta kecepatan renang;
  • kebiasaan makan,
  • pola penyelamatan diri ikan,
  • serta berbagai pola TLI lainnya yang memungkinkan ikan dapat tertangkap.

    Apa yang menjadi issue penting?
     
  • Potensi perikanan di republik ini sungguh sangat berlimpah di perairan darat maupun di lautan.
  • namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.

    Pengelolaan Sumberdaya
     
  • Ada beberapa jenis alat penangkap ikan dan cara penangkapan yang secara khusus dilarang dan dioperasikan di beberapa wilayah bahkan diseluruh wilayah perairan Indonesia seperti penggunaan pukat harimau, pengoperasian pukat udang dan pukat ikan yang ditarik oleh 2 (dua) kapal, penggunaan bahan peledak, racun dan aliran listrik untuk menangkap ikan.
  • Namun untuk keberhasilan pengendalian terhadap kegiatan – kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut tidaklah cukup upaya penegakan hukum secara konsisten dan bertanggung jawab.

Kimia Laut

Di lingkungan perairan merkuri  dapat  berada  dalam  bentuk  metal,  senyawa- senyawa   anorganik   dan  senyawa   organik.  Tingginya kadar merkuri umumnya  diakibatkan  oleh  buangan industri dan  akibat sampingan  dari  penggunaan  senyawa-senyawa merkuri  di  bidang  pertanian.  Ada dua hal yang menyebabkan ditemukannnya merkuri di peraian yaitu  pertama  oleh  kegiatan  perindustrian  seperti industri kertas,  peralatan  listrik, pabrik cat, Chlorine  dan lain sebagainya;  kedua  oleh  alam  itu  sendiri melalui proses pelapukan batuan dan meletusnya gunung berapi. Kegiatan alam kontribusinya tidak signifikan dalam mempengaruhi  kondisi biologi maupun ekologi.

Menurut  Mandlli di dalam Portmann  (1976) , di  antara  beberapa  sumber  polutan  yang  menyebabkan penimbunan  merkuri  di lingkungan  laut  yang terpenting adalah industripenambanganlogam, industri biji besi, termasuk metal plating, industri yang memproduksi bahan kimia,baik organikmaupun anorganik, dan offshore dumping, sampah domestik, lumpur dan lain-lain. Merkuri  yang  terdapat dalam  limbah  atau waste  di perairan  umum  diubah  oleh aktifitas mikroorganis memenjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuatdisampingkelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh  hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui  proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan-hewan air,sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupanhewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Sanusi (1980) mengemukakan  bahwa terjadinya  proses  akumulasi  merkuri  di  dalam  tubuh  hewan  air, karena  kecepatan  pengambilan  merkuri  (up  take  rate)  oleh  organisme  air lebih  cepat dibandingkan dengan proses ekresi. Selain  itu pencemaran  perairan  oleh  merkuri  mempunyai  pengaruh  terhadap  ekosistem setempat yang  disebabkan  oleh  sifatnya  yang  stabil  dalam  sendimen. Fluktuasi  merkuri  di  lingkungan  laut,  terutama  di  daerah estuari dan daerah pantai ditentukan oleh proses precification, sedimentation, floculation dan reaksi adsorpsi desorpsi.
Proses  methylasi  terpengaruh  dengan  adanya  dominasi  unsur  sulfur (S),  yaitu pada  keadaan  anaerob dan  redokpotensial  yang  rendah. Faktor-faktor  yang  sangat berpengaruh  di  dalam  pembentukan methyl  merkuri  antara  lain : suhu,  kadar  ion  Cl, kandungan organic, derajad keasaman (pH), dan kadar merkuri
Gavis dan Ferguson (1972) di dalam Sanusi (1980) mengemukakan beberapa kemungkinan bentukmerkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam, yaitu :
  • Sebagai   merkuri inorganik,  melalui  hujan,  run-off  ataupun  aliran  sungai.  Unsur  ini bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah.
  • Dalam  bentuk  merkuri organik,  yaitu  phenyl  merkuri  (C6  H5-Hg),  methyl  merkuri (CH3-Hg) dan alkoxyalkyl merkuri atau methyoxy-ethyl merkuri (CH3O-CH2-CH2- Hg+).  Organik  merkuri  yang  terdapat  di  perairan  alam  dapat  berasal  dari  kegiatan pertanian (pestisida)
  • Terikat dalam bentuk suspended solid sebagai Hg2+2 (ion merkuro), mempunyai sifat reduksi yang baik
  • Sebagai  metalik  merkuri  (Hgo),  melalui  kegiatan  perindustrian  dan  manufaktur.
Unsur  ini  memiliki  sifat  reduksi yang tinggi,  berbentuk  cair  pada temperatur  ruang dan mudah menguap. Transfer dan transformasi merkuri dapat dilakukan   oleh phytoplankton dan bakteri,  disebabkan kedua organisme  tersebut  relatif mendominasi  suatu  perairan, dan juga  oleh sea grasses. Bakteri  dapat  merubah  merkuri  menjadi  methyl  merkuri, dan membebaskan  merkuri  dari sendimen. Dalam  kegiatannya  bakteri membutuhkan bahan organik  atau  komponen-komponen karbon, nitrogen dan posphat sebagai makanannya (Goldwater, 1971); (Wood, 1972) di dalam Sanusi (1980).
Windom (1974) lihat Mandelli di dalam Portmann (1976) mengemukakan   bahwa   sea   grasess   system  mendominasi   penyerapan   merkuri   dari sendimen  dan  dari  air  laut. Pada  proses  tersebut  merkuri yang  bebas  dari  sendimen dengan jalan lain dapat kembali ke dalam jaringmakanan melalui akarnya. Gavis dan Ferguson,   1972) ; (Shin  dan  Krenkel ,  1976) di dalam Sanusi (1980), mengatakan bahwa methyl merkuri  yang terbentuk  dalam  sediman bersifat tidak stabil, sehingga mudah dilepaskan ke  dalam perairan  yang kemudian diakumulasi  oleh hewan maupun timbuh-tumbuhan air.
Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and Administration (FDA) menentukanpembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm (Walter et al 1973) di dalam Sanusi (1980). Nilai Ambang  Batas  yaitu  suatu keadaan  dimana  suatu  larutan kimia,  dalam  hal  ini  merkuri  dianggap  belum  membahayakan bagi kesehatan manusia. Bila dalam air atau makanan, kadar merkuri sudahmelampaui NAB,maka air maupun makanan  yang diperoleh  dari  tempat tertentu harusdinyatakan berbahaya. Wardoyo (1981) menyatakan NAB air yang mengandung merkuri total 0,002ppm baik digunakan untuk perikanan.
Pencemaran  perairan  oleh  merkuri  akibat  kegiatan  alam  mempunyai  kisaran antara 0,00001sampai 0,0028 ppm, kecuali pada beberapa tempat seperti sungai-sungai di Italia   dimana terdapat sumber endapan logam merkuri alamiah, kadarnya dapat mencapai 136 pph (OECD, 1974) di dalam Sanusi (1980).
Daftar Pustaka
Sanusi, Harpasis S, 1980. Sifat-Sifat Logam Berat Merkuri Di Lingkungan Perairan Tropis. Pusat  Studi  Pengelolaan   Sumber   Daya   Dan Lingkungan, Fakultas Perikanan Ipb, Bogor. 19 P.
Portmann, J, E, 1976. Manual And Methods In Aquatic Environment Research. Part-2, Fao Of The United Nations, Rome.76 P.
Wardoyo, Supomo T. H, 1981. Analisa Dampak Suatu Proyek Terhadap Kualitas Air. Training ANDAL PPLH-UNDP-PUSDI.PSL, IPB. Bogor. 30 p.