Industri perikanan krisis bahan baku
Penangkapan ikan secara ilegal masih marak
JAKARTA: Industri pengolahan perikanan dunia terancam kekurangan bahan baku menyusul maraknya penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) di sejumlah kawasan.
Jika itu terjadi, industri ini akan ambruk. Sebab tidak lagi mendapatkan pasokan bahan baku berupa ikan segar. Industri-industri pengolahan perikanan di banyak negara, sudah mulai kesulitan beroperasi akibat kurangnya bahan baku,? tutur ekonom sumber daya perikanan dari IPB, Akhmad Fauzi, di Jakarta, Selasa.
Dia mengusulkan kendati kejadian itu akan terjadi pada 2048, Indonesia mengatasi itu. Perikanan Indonesia memerlukan pilar-pilar yang kokoh guna menyokong sektor kelautan dan perikanan agar dapat terus berjalan, salah satunya dengan sistem klaster.
Namun, ia menjelaskan bahwa sebelum membuat klaster, Indonesia perlu tahu berapa besar sumber daya ikan yang dapat diproduksi.
Menurut dia, maximum sustainable yield (MSY) perikanan Indonesia 6,4 juta ton per tahun dan dari perhitungannya, standing stock (stok ikan yang tersedia) diperkirakan dapat mencapai 20 juta ton. ?Berdasarkan standing stock itu jumlah klaster dapat dibagi-bagi,? ujar dia.
Jumlah kapal ilegal fishing yang dirampas untuk negara 2004-2008
Provinsi Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Sumatra 16 23 91 5 12
Jawa 1 - 8 - -
Kalimantan 8 11 4 - -
Sulawesi - - 1 - -
Maluku-Papua - 2 2 24 -
Sumber: DKP
Dia juga mengatakan [untuk mengantisipasi ancaman itu] mesti ada pencatatan yang jelas soal berapa besar sumber daya ikan yang diproduksi setiap tahunnya. ?Termasuk cadangan perikanan di Indonesia,? ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim mengakui kondisi perikanan tangkap di Indonesia dalam kondisi sangat memprihatinkan. ?Titik terparah dan perlu mendapatkan perhatian adalah penangkapan ikan di sekitar perairan Natuna, Laut Jawa, dan Laut Arafura,? ujarnya.
Dia menjelaskan masyarakat nelayan dan pengusaha yang bergerak di perikanan telah mengamati dan merasakan fenomena berkurangnya hasil tangkapan ini sejak lama. Shidiq menyatakan sangat wajar jika nelayan tidak juga sejahtera karena hasil tangkapan ikan tidak pernah lebih dari 2 kilogram.
Praktik ilegal
Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan Perikanan (P2SDKP) Aji Sularso menuturkan fenomena penangkapan ikan berlebih itu merupakan tanda begitu maraknya praktik illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing di Tanah Air.
?Sampai saat ini, masih begitu banyak praktik penangkapan ikan ilegal oleh kapal yang terbukti tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI),? ungkapnya.
Dia menyatakan jika 3.700 unit kapal berbobot di atas 30 gross ton (GT) yang membawa izin resmi sudah membuat tangkapan ikan menurun, apalagi ditambah dengan kapal bekas asing ilegal yang berbobot 100 GT. ?Jelas saja akan berdampak besar terhadap hasil tangkapan,? katanya.
Oleh karena itu, kata Aji, pemerintah memprogramkan untuk menyelesaikan masalah di sektor perikanan dengan program klaster. Dengan demikian, katanya, maka beberapa masalah yang masih belum terselesaikan a.l. mendesak dikeluarkannya pembatasan izin tangkap termasuk di dalamnya penetapan kuota tangkap.
Masalah ini, katanya, melebar pada upaya pemberian insentif dan pemberian hak pengelolaan kelompok atau klaster. Sistem ini, kata Aji, sebagai upaya agar laut Indonesia tidak dijadikan akses terbuka.
JAKARTA: Industri pengolahan perikanan dunia terancam kekurangan bahan baku menyusul maraknya penangkapan ikan yang berlebihan (over fishing) di sejumlah kawasan.
Jika itu terjadi, industri ini akan ambruk. Sebab tidak lagi mendapatkan pasokan bahan baku berupa ikan segar. Industri-industri pengolahan perikanan di banyak negara, sudah mulai kesulitan beroperasi akibat kurangnya bahan baku,? tutur ekonom sumber daya perikanan dari IPB, Akhmad Fauzi, di Jakarta, Selasa.
Dia mengusulkan kendati kejadian itu akan terjadi pada 2048, Indonesia mengatasi itu. Perikanan Indonesia memerlukan pilar-pilar yang kokoh guna menyokong sektor kelautan dan perikanan agar dapat terus berjalan, salah satunya dengan sistem klaster.
Namun, ia menjelaskan bahwa sebelum membuat klaster, Indonesia perlu tahu berapa besar sumber daya ikan yang dapat diproduksi.
Menurut dia, maximum sustainable yield (MSY) perikanan Indonesia 6,4 juta ton per tahun dan dari perhitungannya, standing stock (stok ikan yang tersedia) diperkirakan dapat mencapai 20 juta ton. ?Berdasarkan standing stock itu jumlah klaster dapat dibagi-bagi,? ujar dia.
Jumlah kapal ilegal fishing yang dirampas untuk negara 2004-2008
Provinsi Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Sumatra 16 23 91 5 12
Jawa 1 - 8 - -
Kalimantan 8 11 4 - -
Sulawesi - - 1 - -
Maluku-Papua - 2 2 24 -
Sumber: DKP
Dia juga mengatakan [untuk mengantisipasi ancaman itu] mesti ada pencatatan yang jelas soal berapa besar sumber daya ikan yang diproduksi setiap tahunnya. ?Termasuk cadangan perikanan di Indonesia,? ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) Shidiq Moeslim mengakui kondisi perikanan tangkap di Indonesia dalam kondisi sangat memprihatinkan. ?Titik terparah dan perlu mendapatkan perhatian adalah penangkapan ikan di sekitar perairan Natuna, Laut Jawa, dan Laut Arafura,? ujarnya.
Dia menjelaskan masyarakat nelayan dan pengusaha yang bergerak di perikanan telah mengamati dan merasakan fenomena berkurangnya hasil tangkapan ini sejak lama. Shidiq menyatakan sangat wajar jika nelayan tidak juga sejahtera karena hasil tangkapan ikan tidak pernah lebih dari 2 kilogram.
Praktik ilegal
Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan Perikanan (P2SDKP) Aji Sularso menuturkan fenomena penangkapan ikan berlebih itu merupakan tanda begitu maraknya praktik illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing di Tanah Air.
?Sampai saat ini, masih begitu banyak praktik penangkapan ikan ilegal oleh kapal yang terbukti tidak memiliki surat izin penangkapan ikan (SIPI),? ungkapnya.
Dia menyatakan jika 3.700 unit kapal berbobot di atas 30 gross ton (GT) yang membawa izin resmi sudah membuat tangkapan ikan menurun, apalagi ditambah dengan kapal bekas asing ilegal yang berbobot 100 GT. ?Jelas saja akan berdampak besar terhadap hasil tangkapan,? katanya.
Oleh karena itu, kata Aji, pemerintah memprogramkan untuk menyelesaikan masalah di sektor perikanan dengan program klaster. Dengan demikian, katanya, maka beberapa masalah yang masih belum terselesaikan a.l. mendesak dikeluarkannya pembatasan izin tangkap termasuk di dalamnya penetapan kuota tangkap.
Masalah ini, katanya, melebar pada upaya pemberian insentif dan pemberian hak pengelolaan kelompok atau klaster. Sistem ini, kata Aji, sebagai upaya agar laut Indonesia tidak dijadikan akses terbuka.